Paskibra SMPN 2 Kedungjati

Paskibra Spendakti Angkatan 2019 berfoto setelah melaksanakan tugas pengibaran

Guru dan Karyawan

Guru dan Tenaga Kependidikan SMP Negeri 2 Kedungjati

Kepala SMP N 2 Kedungjati

Bapak Kepala Sekolah memberikan amanat saat Upacara Bendera

Pembelajaran Sinkronus

Pembelajaran secara daring dengan aplikasi Microsoft Teams, menjadi alternatif pembelajaran saat pandemi Covid-19

Kegiatan Outbond

Kegiatan Outbond/penjelajahan saat Perkemahan Penerimaan Anggota Penggalang Baru Pangkalan SMP N 2 Kedungjati

Selasa, 24 November 2009

Pelaksanaan Tindakan

Pada pertemuan keempat, MGMP bermutu melaksanakan open class, sebagai salahsatu program berkelanjutan dalam menyusun sebuah PTK.

 Open class adalah kegiatan melaksanakan pembelajaran untuk diamati oleh para observer (guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dosen, widyaiswara, pimpinan dinas pendidikan, maupun masyarakat umum), yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan diskusi refleksi. Istilah open class biasa digunakan dalam kegiatan Lesson Study, dan dapat dikatakan sebagai kegiatan inti dari Lesson Study.
 Guru model adalah guru peserta yang mendapat kesempatan untuk melaksanakan pembelajaran di sekolahnya dan diobservasi oleh peserta yang lain
Share:

Minggu, 22 November 2009

Bermutu Pertemuan 1

A. PENGANTAR
Dalam rangka peningkatan kualifikasi dan penerapan sertifikasi guru sesuai Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah Indonesia beserta Pemerintah Belanda dan Bank Dunia menyepakati untuk bekerjasama dalam penyelenggaraan program BERMUTU (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading). Program ini difokuskan pada upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi dan kinerja guru. Sumber pendanaan program berasal dari Pemerintah Belanda (melalui Dutch Trust Fund) dan Bank Dunia (pinjaman lunak melalui IDA Credit dan IBRD Loan), serta dana pendampingan yang berasal dari Pemerintah Pusat Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Balitbang Depdiknas dan Pemerintah Daerah. Tujuan Program BERMUTU adalah untuk mendukung upaya peningkatan kualitas dan kinerja guru melalui peningkatan penguasaan materi pembelajaran dan keterampilan mengajar di kelas. Program ini dikembangkan dalam kerangka kerja kualitas pendidikan yang menyeluruh (POM, BERMUTU, 2008)
Salah satu komponen kegiatan dalam Program BERMUTU adalah Penguatan Struktur Pengembangan Guru di Tingkat Daerah (Komponen 2), dan Pengembangan paket bidang studi dan manajemen sebagai bahan pendukung kegiatan belajar bagi para guru, guru inti, dan kepala sekolah pada gugus sekolah (Sub Komponen 2.2.). Dalam rangka melengkapi bahan ajar (paket bidang studi) Bahan Belajar Mandiri untuk Guru Pemandu dan Guru Peserta di KKG/MGMP ini disusun. Selanjutnya dalam uraian Bahan Belajar Mandiri ini digunakan istilah Belajar Model BERMUTU untuk mewakili istilah yang terkait dengan pola pembinaan guru peserta melalui Program BERMUTU.
Belajar model program BERMUTU merupakan suatu cara belajar bagi guru peserta dalam peningkatan kompetensi profesionalnya secara kolaboratif melalui kajian pembelajaran yang komprehensif dan berkelanjutan menuju terciptanya komunitas belajar di sekolah dan di KKG/MGMP. Pengkajian pembelajaran yang dimaksud adalah suatu pengkajian menggunakan pendekatan PTK (Penelitian Tindakan Kelas), Lesson Study dan Case Study. Belajar model BERMUTU pada dasarnya merupakan model penerapan penelitian tindakan kelas oleh guru peserta yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan pembelajaran. Tahapan pelaksanaannya dimulai dari kajian pengajaran, identifikasi masalah, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, pengumpulan dan analisis data, refleksi dan tindak lanjut, sampai dengan pelaporannya. Untuk memperkaya khasanah penelitian tindakan kelas, pendekatan kolaboratif dalam tahap perencanaan, pelaksanaan perbaikan pembelajaran, dan refleksi dalam model Lesson Study diintegrasikan ke dalam Belajar Model BERMUTU. Selain itu, digunakan juga teknik studi kasus (Case Study) sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam observasi dan refleksi.
Pada Belajar Model BERMUTU ditekankan pada kajian pengajaran sebagai langkah awal untuk membuka cakrawala guru tentang proses belajar mengajar dari tiga aspek, yaitu aspek kurikulum, aspek bidang studi atau materi ajar, dan aspek praktik pembelajaran. Melalui kajian pengajaran, guru peserta melakukan observasi dan menganalisis proses belajar mengajar secara cermat. Guru peserta diharapkan dapat mengidentifikasi beragam masalah dalam proses belajar mengajar dan melakukan praktik pembelajaran dengan memperhatikan kesesuainnya dengan isi kurikulum, materi ajar, pendekatan, metode, media, dan strategi pembelajaran.

Kedudukan dan Pentingnya Topik Pengenalan Bermutu
Topik tentang Belajar Model BERMUTU perlu diperkenalkan lebih awal kepada para guru peserta di KKG/MGMP sebelum mereka melaksanakan tahapan belajar dan pengembangan diri melalui praktik PTK. Dengan mengetahui sistem dan pendekatan yang digunakan, para guru pemandu diharapkan dapat melakukan tugas pemanduan kepada teman-teman guru peserta di KKG/MGMP secara tepat sesuai dengan tujuan program.
Ruang Lingkup Kegiatan
Bahan yang akan dikaji dan didiskusikan para guru peserta di KKG/MGMP sebagai prasyarat melaksanakan tahapan belajar BERMUTU meliputi: pengenalan program dan pendekatan yang digunakan (PTK, Lesson Study dan Case Study); penjelasan secara singkat masing-masing pendekatan; kajian pengajaran untuk peningkatan kepekaan guru peserta terhadap berbagai permasalahan pembelajaran; dan berlatih menyusun Case Study. Melalui kegiatan seperti ini diharapkan para guru di KKG/MGMP akan terbuka cakrawala pemikirannya, khususnya tentang upaya-upaya pengembangan pendidikan yang telah diupayakan oleh pemerintah melalui berbagai program dan upaya yang seharusnya dilakukan oleh guru peserta di sekolah atau di gugusnya.

B. KOMPETENSI DAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Setelah mempelajari topik ini diharapkan para guru peserta KKG/MGMP dapat mencapai kompetensi yang tertuang dalam Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Kompetensi dan Indikator pada Kegiatan Belajar 1
Kompetensi Indikator
Guru peserta dapat memahami hakikat Belajar Model BERMUTU, memiliki kemampuan mengkaji pengajaran dan pembelajaran, serta terampil menyusun Case Study.
a. Menjelaskan hakikat Belajar Model BERMUTU bagi guru peserta.
b. Menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam Belajar Model BERMUTU.
c. Menjelaskan tentang PTK yang dilakukan guru peserta dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran.
d. Menganalisis hasil observasi pembelajaran dalam tiga aspek (kurikulum, materi ajar, praktik pembelajaran).
e. Berlatih menyusun Case Study.





C. PERSIAPAN:
Sebelum pelaksanaan kegiatan KKG/MGMP Guru pemandu perlu mempersiapkan hal-hal berikut.
1) Memahami isi Bahan Belajar Mandiri Generik 1.
2) Mengecek kesiapan sumber belajar (lihat Sumber Belajar).
3) Menyiapkan kelas yang akan diobservasi.
4) Menyiapkan tempat dan peralatan kegiatan (alat tulis, media presentasi, dsb).
5) Menyiapkan Buku Kerja Guru (Portofolio)












D. SUMBER BELAJAR
Sumber belajar dan bahan ajar yang dapat digunakan guru dalam kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2 Daftar Bahan Ajar dan Sumber Belajar untuk Kegiatan Belajar Ke-1

No Bahan Ajar dan Sumber Belajar Keterangan diperoleh
1. Pola Pembinaan Guru Melalui Program BERMUTU (PowerPoint) Lampiran 1
2. Pendekatan Belajar Model BERMUTU Lampiran 2
3. Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas Lampiran 3
4. Konsep dan Prinsip Lesson Study Lampiran 4
5. Apa Itu Case Study ? Lampiran 5
6. Case Study dalam Pembelajaran, Oleh Mary dan Teuku Alamsyah (UNSYAH) Kumpulan Sumber Belajar
7. Peranan Lesson Study dalam Meningkatkan Kompetensi Guru dan Kualitas Pembelajaran Sains SMP: Sebuah Kajian Berdasarkan Pengalaman Mengembangkan Lesson Study di Kabupaten Pasuruan, ditulis oleh Ibrohim (FMIPA UM) Kumpulan Sumber Belajar
8. Penelitian Pendidikan SD: Peran Guru sebagai Pengajar dan Pelaksana PTK (Unit 4, hal 1-45) Hylite PTK (soft copy dalam Kumpulan Sumber Belajar)
9. Rambu-Rambu Observasi Pembelajaran (pendekatan Lesson Study) Kumpulan Sumber Belajar
10. Lembar Observasi Pembelajaran Kumpulan Sumber Belajar
11. Penelitian Tindakan Kelas (oleh IGAK Wardani, 2007), Modul 1: Hakikat Penelitian Tindakan Kelas. Sumber tambahan (bisa diperoleh di perpustakaan atau toko buku)
12. Penelitian Tindakan Kelas: Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru (Oleh Herawati Susilo, dkk. 2008), Bab 1: Apa dan Mengapa Penelitian Tindakan Kelas (hal. 1-30) Sumber tambahan (bisa dicari di Toko Buku)



E. KEGIATAN BELAJAR
Secara umum alur kegiatan belajar dalam KKG/MGMP (tatap muka dengan guru pemandu) yang akan dilakukan pada Pertemuan 1 dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1 berikut ini.


















Gambar 1.1 Alur Kegiatan Belajar Guru dalam KKG/MGMP pada Pertemuan 1


Penjelasan Alur Kegiatan:
Kegiatan 1: PENDAHULUAN
Setelah dibuka, guru pemandu menjelaskan secara ringkas tentang topik yang akan dibahas, kompetensi, indikator pencapaian kompetensi, dan kegiatan belajar yang akan dilakukan.
Kegiatan 2: PENJELASAN UMUM
• Guru Pemandu menjelaskan secara ringkas tentang hakikat atau seluk beluk Program BERMUTU dengan menggunakan bahan ajar: POLA PEMBINAAN GURU MELALUI PROGRAM BERMUTU, Lampiran 1.
• Guru Pemandu menjelaskan konsep dan prinsip secara ringkas tentang pendekatan yang digunakan dalam Belajar Model BERMUTU, yakni PTK, Lesson Study dan Case Study. Bahan ajar yang digunakan adalah:
1) PENDEKATAN DALAM BELAJAR MODEL BERMUTU (Lampiran 2)
2) PRINSIP-PRINSIP PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK), Lampiran 3
3) KONSEP DAN PRINSIP LESSON STUDY, Lampiran 4
4) APA ITU CASE STUDY, Lampiran 5
• Guru Peserta diberi kesempatan untuk mengajukan beberapa pertanyaan klarifikasi tentang Program BERMUTU, dan guru pemandu perlu memberikan jawaban atau penjelasan seperlunya (perhatikan alokasi waktu). Jika ada hal yang di luar batas pengetahuan pemandu, maka pertanyaan tersebut dapat dilanjutkan kepada DCT (District Core Team), PCT (Provincial Core Team), atau narasumber dari PMPTK, P4TK, LPMP, dan Dosen PT yang terlibat.
Kegiatan 3: KAJIAN PENGAJARAN
• Guru Pemandu menyiapkan/mengkoordinasikan kelas yang dipilih untuk diobservasi bersama dengan kepala sekolah pada pekan sebelumnya.
• Guru Pemandu mengajak peserta untuk melakukan observasi pembelajaran selama 1 jam pelajaran.
• Seusai observasi pembelajaran, guru peserta menjelaskan tentang “Kajian Pengajaran” dengan menggunakan bahan ajar berikut ini.





















• Guru Pemandu memimpin diskusi dalam rangka menganalisis masalah pembelajaran ditinjau dari tiga aspek, yakni: kurikulum, materi ajar (subject matter), dan strategi pembelajaran (teaching practice). Hasil analisis dimasukkan dalam Tabel 1.3.
• Setiap guru peserta menuliskan hasil observasi dalam bentuk Case Study

Tabel 1.3: Format Klasifikasi Masalah Pembelajaran dalam Tiga Aspek
No Masalah pembelajaran yang teridentifikasi Termasuk Aspek Keterangan
Kurikulum Materi ajar Praktik Pengajaran




• Guru Peserta diberi kesempatan untuk menuliskan hasil identifikasi masalah dan klasifikasi aspek dan menuliskan simpulan/rangkuman tentang hasil kajian masalah pembelajaran.
Kegiatan 4: BERLATIH MENYUSUN CASE STUDY
• Guru pemandu menjelaskan atau menayangkan tentang maksud Case Study dalam Pembelajaran BERMUTU. Perhatikan penjelasan singkat berikut ini.
Apa maksud Case Study dalam pembelajaran BERMUTU ?
Dalam dunia pendidikan ada dua jenis Case Study
Jenis 1: Case Study sebagai jenis penelitian
Ciri khas utama: penelitian terinci tentang masalah tertentu untuk membantu pemahaman tentang masalah tersebut melalui ‘deskripsi tebal’ masalah dan konteksnya yang diteliti (Keith Tabor, 2006).
Jenis 2: Case Study sebagai alat pengembangan profesi guru
Ciri khas utama: Pengkajian oleh pengajar tentang pengalaman pengajaran yang dialami dengan tujuan mengidentifasi masalah untuk diperbaiki (J. Shulman, …….).
Case Study yang cocok untuk kebutuhan guru adalah jenis kedua.

• Guru Pemandu meminta guru membahas kedua jenis Case Study untuk mengenal perbedaan dan karakteristik masing masing. Untuk hal tersebut pemandu memakai Tabel 1.4 berikut ini untuk mengarahkan pembahasan guru peserta, dan diisi secara bersama (15 menit).
Tabel 1.4 Format Identifikasi Perbedaan dan Karakteristik Case Study Jenis1 dan 2
Jenis Penulis
Tujuan Fokus
Case Study Proses Penelitian
Jenis 1: Case Study sebagai jenis penelitian
Jenis 2: Case Study sebagai alat pengembangan profesi guru peserta
• Bandingkan hasil yang diisikan peserta dengan contoh jawaban dalam Tabel 1.5 berikut. Berikan penguatan untuk jawaban yang sama dan bahas kembali untuk jawaban yang berbeda.
Tabel 1.5 Contoh Jawaban Tentang Perbedaan dan Karateristik Case Study Jenis 1 dan 2
Jenis Penulis Tujuan Fokus
Case Study Proses penelitian
Jenis 1: Case Study sebagai jenis penelitian
Peneliti Memperluas pemahaman tentang fenomena tertentu Masalah yang dikaji oleh peneliti Mengikuti disain & metodologi penelitian yang ketat
Jenis 2: Case Study sebagai alat pengembangan profesi guru peserta
Guru peserta yang pengajarannya dikaji Mengenali dan memperbaiki masalah yang ditemukan Masalah yang
Merisaukan pikiran dan perasaan pengajar Proses mencakup narasi si pengajar tentang pengalaman, komentar dari pengamat dan lembar kerja siswa, yang direnungkan dan ungkapkan dalam refleksi guru peserta

• Guru Pemandu menjelaskan bahwa peserta akan berlatih atau mencoba menulis narasi tentang pengalaman mengajar yang pernah dialami; tetapi perlu dilihat dulu bagaimana sifat narasi yang diinginkan.

• Guru Pemandu menjelaskan secara singkat atau menayangkan penjelasan Sifat Narasi Pengalaman Mengajar dan Petunjuk Untuk Penulisan Case Study berikut ini.
Sifat Narasi Pengalaman Mengajar
Narasi Case Study adalah episode yang diingat, ditulis sebagai sebuah cerita, sebuah naratif. Hal ini harus sangat khusus, sangat bersifat lokal. Harus menyertakan unsur manusia: minat guru, aksi dan kesalahan, frustrasi, dan kesenangan, atau kekecewaan, yang dirasakan pada akhir sesi.
William Louden, ”Case Studies in Teacher Education” (1995)

Petunjuk Untuk Penulisan Case Study

1. Case Study harus mendeskripsikan kejadian yang real. Case Study bukan dongeng yang memperagakan perilaku atau hasil yang ideal. Penulis perlu jujur.
2. Ditulis dengan gaya informal dan alami sehingga mudah menarik rasa empati dari para pendengar untuk si penulis.
3. Narasi kegiatan pembelajaran perlu dibuat/ditulis lengkap sehingga pengalaman bisa dibayangkan oleh pembaca.
4. Sangat faktual dan kontekstual: nama siswa ada; kata riil dari siswa kalau diingat.
5. Perlu ada problematika yang didalamnya dibentangkan hal yang dirasakan oleh guru pengajar dan yang membuka interpretasi yang bervariasi pada saat diskusi tentang masalah inti, sehingga semua peserta tertarik untuk mengikutinya.
6. Perlu mencari tahu tentang masalah yang ada didalamnya dan mempertanyakan tentang solusi.
7. Pendek — dua halaman cukup.

• Kemudian guru pemandu meminta kepada peserta menyiapkan diri untuk bercerita tentang pengalaman mengajar. “Coba mengingat satu pengalaman pengajaran yang menonjol – baik karena ada kejadian yang bermasalah, atau perasaan kecewa, atau karena sesuatu yang di luar dugaan.”
• “Tulis cerita tentang peristiwa itu yang akan menarik perhatian guru lain. Untuk kegiatan penulisan guru diberikan waktu 20 menit.”



Kegiatan 5: REFLEKSI DIRI
a. Pemandu bersama semua peserta menulis refleksi diri berkaitan dengan pemahamannya mengenai hasil belajar hari ini, khususnya tentang Hakikat Program BERMUTU, dan pendekatan yang digunakan (PTK, Lesson Study dan Case Study), hasil Kajian Pengajaran, dan hasil berlatih menyusun Case Study.
b. Hasil refleksi dituangkan dalam buku kerja (portofolio) masing-masing guru peserta.
Kegiatan 6: PENJELASAN TUGAS
Tugas terstruktur:
1. Melaksanakan pembelajaran yang terencana dan mengobservasi pembelajaran di sekolahnya (dengan lembar observasi).
2. Setelah direfleksi dan memperhatikan masukan atau pendapat dari siswa atau observer yang lain, hasil observasi ditulis dalam bentuk Case Study (sebagai kegiatan belajar berikutnya)
3. Mencari bacaan berupa artikel ilmiah dalam jurnal, majalah ilmiah, atau laporan penelitian untuk bahan pelatihan menganalisis bacaan secara kritis.
Tugas Mandiri:
Membaca sumber belajar yang disarankan seperti berikut ini.
1) Untuk lebih jelasnya silahkan membaca sumber belajar “Hylite PTK” yang ada dalam kumpulan sumber belajar, atau buku PTK yang lain (Penelitian Tindakan Kelas oleh IGAK Wardani, 2007, Modul 1: Hakikat Penlitian Tindakan Kelas; Penelitian Tindakan Kelas: Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru, oleh Herawati Susilo, dkk. 2008)
2) Makalah “Peranan Lesson Study dalam Meningkatkan Kompetensi Guru dan Kualitas Pembelajaran Sains SMP” oleh Ibrohim (dalam Kumpulan Sumber Belajar).
3) Makalah: Case Study Dalam Pembelajaran, oleh Mary dan Teuku Alamsyah Kumpulan Sumber Belajar).

F. PENILAIAN:
Penilaian terhadap pencapaian hasil belajar guru peserta dilakukan berdasarkan produk yang dihasilkan dari belajar tatap muka di KKG/MGMP dan laporan tugas terstruktur. Produk yang dapat dinilai adalah: case study tentang kajian pembelajaran berdasarkan pengalaman mengajar di kelas masing-masing, serta pemahaman konsep dan prinsip PTK, Lesson study, dan Case study yang dituangkan dalam Buku Kerja Guru.

Tagihan yang harus dikumpulkan oleh peserta berupa
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
1) PEMBINAAN GURU MODEL BERMUTU (PowerPoint)
2) PENDEKATAN DALAM MODEL BERMUTU
3) PRINSIP-PRINSIP PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
4) KONSEP DAN PRINSIP LESSON STUDY
5) APA ITU CASE STUDY?
6) Paduan Observasi Pembelajaran dan Diskusi Refleksi dalam Lesson Study.
7) Format observasi pembelajaran dan pejelasan penggunaannya
Share:

Sabtu, 21 November 2009

Pengertian Penelitian Studi Kasus

Selama sekitar lima belas tahun lebih, tepatnya sejak tahun 1993, seiring dengan semakin populernya penelitian studi kasus, banyak pengertian penelitian studi kasus telah dikemukakan oleh para peneliti maupun para penulis buku tentang penelitian studi kasus (Creswell, 1998). Secara umum, pengertian-pengertian tersebut mengarah pada pernyataan bahwa, sesuai dengan namanya, penelitian studi kasus adalah tentang penelitian yang memandang sesuatu yang diteliti sebagai ‘kasus’.

Tetapi, pandangan tentang batasan obyek yang dapat disebut sebagai ‘kasus’ itu sendiri masih terus diperdebatkan hingga sekarang. Secara umum, perdebatan tersebut mengarah pada dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian terhadap suatu obyek penelitian yang disebut sebagai ‘kasus’. Kelompok ini menekankan bahwa penelitian studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan terhadap obyek atau sesuatu yang harus diteliti secara menyeluruh, utuh dan mendalam.

Dengan kata lain, kasus yang diteliti harus dipandang sebagai obyek yang berbeda dengan obyek penelitian pada umumnya. Sedangkan yang kedua memandang bahwa penelitian studi kasus adalah sebuah metoda penelitian yang dibutuhkan untuk meneliti atau mengungkapkan secara utuh dan menyeluruh terhadap ‘kasus’. Meskipun tampaknya hampir sama dengan kelompok yang pertama, kelompok ini berangkat dari adanya kebutuhan metoda untuk meneliti secara khusus tentang obyek atau ‘kasus’ yang menarik perhatian untuk diteliti.

Kelompok pengertian yang pertama berasal dari pengertian yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1985), lebih diperjelas oleh Stake (1994 dan 2005), kemudian dikembangkan oleh Creswell (1998) dan Dooley (2002), serta diikuti oleh Hancock dan Algozzine (2006), yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu ‘obyek’, yang disebut sebagai ‘kasus’, yang dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber data. Lebih khusus lagi, Stake (2005) menyatakan bahwa penelitian studi kasus bukanlah sebuah pilihan metodologis, tetapi sebuah pilihan untuk mencari apa yang perlu diteiiti. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini:

  • A case study is an exploration of a ‘bounded system’ or a case (or multiple cases) over time through detailed, in-depth data collection involving multiple sources of information rich in context (Creswell, 1988, hal. 61).
  • Case study is not a methodological choice but a choice of what to be studied (Stake, 2005, hal. 443).

Menurut kelompok pengertian ini, pada penelitian kualitatif, terdapat obyek penelitian yang harus dipandang secara khusus, agar hasil penelitiannya mampu menggali substansi terperinci dan menyeluruh dibalik fakta. Obyek penelitian yang demikian, yang disebut sebagai ‘kasus’, harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem dibatasi (bounded system) yang terikat pada tempat dan kurun waktu tertentu. Sebagai sistem tertutup, kasus terbentuk dari banyak bagian, komponen, atau unit yang saling berkaitan dan membentuk suatu fungsi tertentu (Stake, 2005). Oleh karena itu, metoda yang tepat untuk digunakan untuk meneliti obyek yang demikian adalah yang dapat mengungkapkan mengapa dan bagaimana bagian, komponen, atau unit tersebut saling berkaitan untuk membentuk fungsi. Metoda tersebut mampu menggali fakta dari berbagai sumber data, menganalisis dan menginterpretasikannya untuk mengangkat substansi mendasar yang terdapat dibalik kasus yang diteliti.

Tidak semua obyek dapat diteliti dengan menggunakan penelitian studi kasus (Flyvbjerg 2006; Stake, 1995 dan 2005; Creswell, 1998). Menurut Creswell (1998), suatu obyek dapat diangkat sebagai kasus apabila obyek tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dibatasi yang terikat dengan waktu dan tempat kejadian obyek. Mengacu pada kriteria tersebut, beberapa obyek yang dapat diangkat sebagai kasus dalam penelitian studi kasus adalah kejadian atau peristiwa (event), situasi, proses, program, dan kegiatan (Stake, 1995; Creswell, 1998; Hancock dan Algozzine, 2006), seperti yang dijelaskan oleh Creswell (2002) berikut ini:

  • A case study is a problem to be studied, which will reveal an in-depth understanding of a “case” or bounded system, which involves understanding an event, activity, process, or one or more individuals. (Creswell, 2002, hal 61)

Creswell (1998) menjelaskan bahwa suatu penelitian dapat disebut sebagai penelitian studi kasus apabila proses penelitiannya dilakukan secara mendalam dan menyeluruh terhadap kasus yang diteliti, serta mengikuti struktur studi kasus seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985), yaitu: permasalahan, konteks, isu, dan pelajaran yang dapat diambil. Banyak penelitian yang telah mengikuti struktur tersebut tetapi tidak layak disebut sebagai penelitian studi kasus, karena tidak dilakukan secara menyeluruh dan mendalam. Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya hanya menggunakan jenis sumber data yang terbatas, tidak menggunakan berbagai sumber data seperti yang disyaratkan dalam penelitian studi kasus, sehingga hasilnya tidak mampu mengangkat dan menjelaskan substansi dari kasus yang diteliti secara fundamental dan menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dan kecermatan untuk mencantumkan kata ‘studi kasus’ pada judul suatu penelitian, khususnya penelitian kualitatif.

Sementara itu, kelompok pengertian yang lain berkembang berdasarkan pendapat Yin (1984 dan 2003a), yang secara khusus memandang penelitian studi kasus sebagai sebuah metoda penelitian. Dibandingkan dengan kelompok yang pertama, kelompok ini lebih banyak diikuti, karena melalui buku-bukunya, Yin dianggap mampu menjelaskan secara terperinci kekhususan metoda penelitian studi kasus yang harus diikuti berikut dengan contoh-contoh terapannya (Meyer, 2001). Menurut Yin (1984, 2003a, 2003b) penelitian studi kasus adalah salah satu metoda penelitian yang meneliti fenomena kontemporer dengan menggunakan pendekatan penelitian naturalistik, seperti penjelasannya berikut ini:

  • The case study research method as an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon within its real-life context; when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident; and in which multiple sources of evidence are used (Yin, 1984, hal. 23; Yin, 2003a, hal 13).

Menurut pengertian di atas, penelitian studi kasus adalah sebuah metoda penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata, yang dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan konteksnya belum jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data. Dalam kaitannya dengan waktu dan tempat, secara khusus Yin (2003a) menjelaskan bahwa obyek yang dapat diangkat sebagai kasus bersifat kontemporer, yaitu yang sedang berlangsung atau telah berlangsung tetapi masih menyisakan dampak dan pengaruh yang luas, kuat atau khusus pada saat penelitian dilakukan.

Secara sekilas, metoda penelitian ini sama dengan metoda penelitian kualitatif pada umumnya. Tetapi jika penjelasan Yin (2003a) secara teoritis maupun dalam bentuk contoh-contoh praktisnya (Yin, 2003b) dipelajari lebih seksama, maka akan didapatkan beberapa kekhususan yang menyebabkan metoda penelitian ini memiliki perbedaan siginifikan dengan metoda penelitian kualitatif lainnya.

Salah satu kekhususan penelitian studi kasus sebagai metoda penelitian adalah pada tujuannya. Penelitian studi kasus sangat tepat digunakan pada penelitian yang bertujuan menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ (Yin, 2003a) terhadap sesuatu yang diteliti. Melalui pertanyaan penelitian yang demikian, substansi mendasar yang terkandung di dalam kasus yang diteliti dapat digali dengan mendalam. Dengan kata lain, penelitian studi kasus tepat digunakan pada penelitian yang bersifat eksplanatori, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menggali penjelasan kasusalitas, atau sebab dan akibat yang terkandung di dalam obyek yang diteliti. Penelitian studi kasus tidak tepat digunakan pada penelitian eksploratori, yaitu penelitian yang berupaya menjawab pertanyaan ‘siapa’, ‘apa’, ‘dimana’, dan ‘seberapa banyak’, sebagaimana yang dilakukan pada metoda penelitian eksperimental (Yin, 2003a).

Kekhususan penelitian studi kasus yang lain adalah pada sifat obyek yang diteliti. Menurut Yin (2003a), kasus di dalam penelitian studi kasus bersifat kontemporer, masih terkait dengan masa kini, baik yang sedang terjadi, maupun telah selesai tetapi masih memiliki dampak yang masih terasa pada saat dilakukannya penelitian. Oleh karena itu, penelitian studi kasus tidak tepat digunakan pada penelitian sejarah, atau fenomena yang telah berlangsung lama, termasuk kehidupan yang telah menjadi tradisi atau budaya. Sifat kasus yang demikian juga didukung oleh Creswell (1998) yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus berbeda dengan penelitian grounded theory dan phenomenologi yang cenderung berupaya meneliti teori-teori klasik, atau defintif, yang telah mapan (definitive theories) yang terkandung di dalam obyek yang diteliti.

Pendapat Yin (2003a dan 2003b) tersebut diatas didukung oleh Dooley, (2005), dan VanWynsberghe (2007) yang menyatakan bahwa kasus sebagai obyek penelitian dalam penelitian studi kasus digunakan untuk memberikan contoh pelajaran dari adanya suatu perlakuan dalam konteks tertentu. Kasus yang dipilih dalam penelitian studi kasus harus dapat menunjukkan terjadinya perubahan atau perbedaan yang diakibatkan oleh adanya perilaku terhadap konteks yang diteliti. Menurut mereka, penelitian studi kasus pada awalnya bertujuan untuk mengambil lesson learned yang terdapat dibalik perubahan yang ada, tetapi banyak penelitian studi kasus yang ternyata mampu menunjukkan adanya perbedaan yang dapat mematahkan teori-teori yang telah mapan, atau menghasilkan teori dan kebenaran yang baru. Untuk lebih jelasnya, perhatikan pernyataan-pernyataan mereka berikut ini:

  • Case studies aim to give the reader a sense of “being there” by providing a highly detailed, contextualized analysis of an “an instance in action”. The researcher carefully delineates the “instance,” defining it in general terms and teasing out its particularities (VanWynsberghe, 2007, hal. 4).
  • The case study is ideal for generalizing using the type of test that Karl Popper called “falsification,” which in social science forms part of critical reflexivity. Falsification is one of the most rigorous tests to which a scientific proposition can be subjected: If just one observation does not fit with the proposition, it is considered not valid generally and must therefore be either revised or rejected (Flyvbjerg, 2006, hal. 225).
  • Case study research is one method that excels at bringing us to an understanding of a complex issue and can add strength to what is already known through previous research (Dooley, 2005, hal. 335).
  • The advantages of the case study method are its applicability to reallife, contemporary, human situations and its public accessibility through written reports. Case study results relate directly to the common reader’s everyday experience and facilitate an understanding of complex real-life situations (Dooley, 2005, hal. 344).

Dari sifat kasusnya yang kontemporer, dapat disimpulkan bahwa penelitian studi kasus cenderung bersifat memperbaiki atau memperbaharui teori. Dengan kata lain, penelitian studi kasus berupaya mengangkat teori-teori kotemporer (contemporary theories). Penelitian studi kasus berbeda dengan penelitian grounded theory, phenomenologi dan ethnografi yang bertujuan meneliti dan mengangkat teori-teori mapan atau definitif yang terkandung pada obyek yang diteliti (Meyer, 2001). Ketiga jenis penelitian tersebut berupaya mengangkat teori secara langsung dari data temuan di lapangan (firsthand data) dan cenderung menghindari pengaruh dari teori yang telah ada. Sementara itu, penelitian studi kasus menggunakan teori yang sudah ada sebagai acuan untuk menentukan posisi hasil penelitian terhadap teori yang ada tersebut. Posisi teori yang dibangun dalam penelitian studi kasus dapat sekedar bersifat memperbaiki, melengkapi atau menyempurnakan teori yang ada berdasarkan perkembangan dan perubahan fakta terkini. Meskipun demikian, banyak hasil penelitian studi kasus yang berhasil mamatahkan teori yang ada dan menggantikannya dengan teori yang baru (Dooley, 2005).

Menurut Yin (2003a), posisi pemanfaatan teori yang telah ada di dalam penelitian studi kasus dimaksudkan untuk memberikan arah penelitian. Yin (2003a) menyebut arahan yang dibangun pada awal proses penelitian tersebut sebagai ‘proposisi’. Meskipun tampaknya mirip, peran dan fungsi proposisi memiliki perbedaan yang signifikan dengan hipotesis pada penelitian kuantitatif. Jika hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, proposisi dibangun bukan untuk menetapkan jawaban sementara, tetapi merupakan arahan teoritis yang digunakan untuk membangun protokol penelitian. Protokol penelitian adalah petunjuk praktis pengumpulan data yang harus diikuti oleh peneliti agar penelitian terfokus pada konteksnya. Pada proses analisis data, proposisi kembali digunakan sebagai pijakan untuk mengetahui posisi hasil penelitian terhadap teori-teori yang ada. Dengan mengetahui posisi tersebut, dapat ditetapkan apakah hasil penelitiannya mendukung, memperbaiki, memperbaharui, atau bahkan mematahkan teori yang ada. Creswell (1998) menyebut penggunaan kajian teori pada proses awal penelitian yang demikian sebagai kajian before-end theory.

Sedikit berbeda dengan pendapat Yin diatas, Stake (1994 dan 2005) dan Creswell (1998) menyatakan bahwa teori dapat digunakan sebagai acuan di dalam proses analisis, setelah fakta terhadap kasus diperoleh. Kajian posisi fakta terhadap teori dilakukan pada bagian akhir (after-end theory) tersebut dilakukan untuk menentukan posisi hasil penelitian terhadap teori yang ada. Hal ini dimaksudkan agar pada pengumpulan data dapat dilakukan lebih leluasa, tidak terlalu terikat pada arahan atau prinsip-prinsip tertentu.

Seperti halnya Stake (1995 dan 2005) dan Creswell (1998), Yin (2003a) berpendapat bahwa penelitian studi kasus menggunakan berbagai sumber data untuk mengungkapkan fakta dibalik kasus yang diteliti. Keragaman sumber data dimaksudkan untuk mencapai validitas dan realibilitas data, sehingga hasil penelitian dapat diyakini kebenarannya. Fakta dicapai melalui pengkajian keterhubungan bukti-bukti dari beberapa sumber data sekaligus, yaitu dokumen, rekaman, observasi, wawancara terbuka, wawancara terfokus, wawancara terstruktur dan survey lapangan. Disamping fakta yang mendukung proposisi, fakta yang bertentangan terhadap proposisi juga diperhatikan, untuk menghasilkan keseimbangan analisis, sehingga obyektivitas hasil penelitian dapat terjaga.

Seperti telah dijelaskan di depan, meskipun tampaknya berbeda, kedua kelompok pengertian tersebut pada dasarnya menuju pada satu pemahaman yang sama. Keduanya memberikan penjelasan yang tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi. Kelompok pengertian yang pertama memulai penjelasan dari adanya obyek penelitian, yang disebut sebagai kasus, yang membutuhkan jenis penelitian kualitatif yang tersendiri, dengan metoda penelitian yang khusus. Sementara itu, kelompok yang kedua memandang penelitian studi kasus sebagai salah satu jenis metoda penelitian kualitatif yang tepat digunakan untuk meneliti suatu obyek yang layak disebut sebagai kasus. Kedua kelompok pendapat ini memiliki kesamaan pemahaman yaitu menempatkan penelitian studi kasus sebagai jenis penelitian tersendiri, sebagai salah satu jenis penelitian kualitatif.

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena kontemporer secara utuh dan menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan berbagai bentuk data kualitatif. Pengertian ini mengacu pada lima karakteristik utama penelitian studi kasus yang dirumuskan dari pengkajian terhadap beberapa pengertian-pengertian yang telah dilakukan di depan, yaitu:

  1. Menempatkan obyek penelitian sebagai kasus, yaitu fenomena yang dipandang sebagai suatu sistem kesatuan yang menyeluruh, tetapi terbatasi dalam kerangka konteks tertentu.
  2. Memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer, yang sedang terjadi, telah selesai terjadi tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada saat penelitian dilaksanakan, atau yang dapat menunjukkan perbedaan dengan fenomena yang biasa terjadi.
  3. Dilakukan pada kondisi yang sebenarnya, dengan menggunakan pendekatan penelitian naturalistik. Dengan kata lain, penelitian studi kasus lebih tepat menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
  4. Menggunakan berbagai sumber data, sebagai upaya untuk mencapai validitas dan realibilitas penelitian.
  5. Menggunakan teori sebagai acuan penelitian, baik untuk menentukan arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian.
Share:

SPENDAKTI Menyala, Sabet Gelar Pelaksana Terbaik Sekolah Adiwiyata Kabupaten Grobogan

Dalam ajang penilaian sekolah Adiwiyata tingkat Kabupaten Grobogan, SMP Negeri 2 Kedungjati berhasil meraih prestasi gemilang. Sekolah yang ...

Sambutan Kepala Sekolah

Assalamu'alaikum wr. wb., salam sejahtera bagi kita semua.

Selamat datang di blog kami.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang tak lagi mengenal batas kota-desa, tua-muda, guru-siswa. Oleh karena itu, tentunya kami keluarga SMPN 2 Kedungjati ingin pula merasakan berkah booming internet di kalangan dunia pendidikan. Niat awal blog ini kami buat untuk media komunikasi online segenap civitas akademika SMP Negeri 2 Kedungjati. Semoga ke depan blog ini pun menjadi salah satu media pembelajaran online khususnya bagi siswa dan guru di SMP kami tercinta. Ke depan, setiap kegiatan dan hasil kegiatan yang dilaksanakan di SMPN 2 Kedungjati akan dipublikasikan melalui blog ini, tentunya dengan tujuan setiap informasi kami tak lagi dibatasi tempat dan waktu.

Selamat berselancar, semoga teknologi membawa kita menuju tempat yang lebih bercahaya.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

tim IT spendakti. Diberdayakan oleh Blogger.

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *